Minggu, 14 Agustus 2011

susah itu senang

Allah Ta’ala berfirman
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 5)
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 6)



            Banyak orang yang lalai dari sebuah kesulitan yang biasanya datang pada dirinya. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang mudah pasrah akan sesuatu yang menimpa dirinya sendiri. Tak berani menantang musibah dan hanya bahagia dengan kesenangan yang mereka dambakan. Yang mereka inginkankan hanya kesenangan dan tak mau susah. Bukankah sebuah kesenagan yang terus menerus akan berdampak kepada kesulitan, selama kita berada di dunia ini.
            Mereka yang biasanya terkena musibah atau masalah lebih banyak menghindar atau ada juga dari mereka yang pasrah, tak mau menyelesaikan masalah. Bahkan terkadang mereka juga mengaitkan masalah itu adalah takdir mereka dan beranggapan buat apa menghindar jika itu sudah takdir.  Orang yang seperti itulah orang –orang yang pengecut juga pecundang. Betapa tidak !
Memang itu adalah takdir jika itu telah terkena pada kita. Tapi yang sebaiknya yang kita lakukan bukanlah diam, pasrah ataupun menghindar dari masalah karena jika melakukan itu maka itu termasuk ke dalam takdir kita juga, yang sebaiknya kita lakukan adalah berpikir bagaimana menyelesaikan masalah itu dan percaya takdir kita adalah kebahagiaan. Mangapa ? karena apa yang kita lakukan detik ini adalah takdir kita yang telah tertulis di Lauh Mahfuzh. Ingatlah bahwa Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.
Suroh An-Nasyr ayat 5-6 adalah ayat yang memotivasi kita tentang kesulitan hidup. Ada beberapa hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dalam ayat tersebut.
1) Kata “al ‘usr (kesulitan)” yang diulang dalam surat Alam Nasyroh hanyalah satu. Al ‘usr dalam ayat pertama sebenarnya sama dengan al ‘usr dalam ayat berikutnya karena keduanya menggunakan isim ma’rifah (seperti kata yang diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah  diulang, maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, terserah apakah isim ma’rifah tersebut menggunakan alif lam jinsi ataukah alif lam ‘ahdiyah.” Intinya, al ‘usr (kesulitan) pada ayat pertama sama dengan al ‘usr (kesulitan) pada ayat kedua.
Sedangkan kata “yusro (kemudahan)” dalam surat Alam Nasyroh itu ada dua. Yusro (kemudahan) pertama berbeda dengan yusro (kemudahan) kedua karena keduanya menggunakan isim nakiroh (seperti kata yang tidak diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Secara umum, jika isim nakiroh itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian, kemudahan itu ada dua karena berulang. Ini berarti ada satu kesulitan dan ada dua kemudahan. Dari sini, para ulama pun seringkali mengatakan, “Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Asal perkataan ini dari hadits yang lemah, namun maknanya benar. Jadi, di balik satu kesulitan ada dua kemudahan.
2) Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan.” Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran, “Badai pastilah berlalu (after a storm comes a calm), yaitu setelah ada kesulitan pasti ada jalan keluar.”
3) Dalam ayat  di atas, digunakan kata ma’a, yang asalnya bermakna “bersama”. Artinya, “kemudahan akan selalu menyertai kesulitan”. Oleh karena itu, para ulama seringkali mendeskripsikan, “Seandainya kesulitan itu memasuki lubang binatang dhob (yang berlika-liku dan sempit, pen), kemudahan akan turut serta memasuki lubang itu dan akan mengeluarkan kesulitan tersebut.” Padahal lubang binatang dhob begitu sempit dan sulit untuk dilewati karena berlika-liku (zig-zag). Namun kemudahan akan terus menemani kesulitan, walaupun di medan yang sesulit apapun.
Allah Ta’ala berfirman,
سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7) Ibnul Jauziy, Asy Syaukani dan ahli tafsir lainnya mengatakan, “Setelah kesempitan dan kesulitan, akan ada kemudahan dan kelapangan.”1 Ibnu Katsir mengatakan, ”Janji Allah itu pasti dan tidak mungkin Dia mengingkarinya.”2
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Bersama kesulitan, ada kemudahan.3 Oleh karena itu, masihkah ada keraguan dengan janji Allah dan Rasul-Nya ini?
            4) Ibnu Rajab telah mengisyaratkan hal ini. Beliau berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin berat, maka seorang hamba akan menjadi putus asa dan demikianlah keadaan makhluk yang tidak bisa keluar dari kesulitan. Akhirnya, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata. Inilah hakekat tawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab terbesar keluar dari kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang bertawakkal pada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).” Inilah rahasia yang sebagian kita mungkin belum mengetahuinya. Jadi intinya, tawakkal lah yang menjadi sebab terbesar seseorang keluar dari kesulitan dan kesempitan.
            Nah, sudah jelaskan bahwa kesulitan yang kita alami sekarang ini bukanlah kesulitan yang abadi untuk diri kita tapi hanyalah sebuah cobaan kecil yang akan membawa kita kepada kebahagiaan yang luar biasa. Mulai sekarang Anda harus mencoba bagaimana menyikapi kesulitan yang Anda alami. Bagaimana bertindak meredam emosi anda jika terkena musibah. Yang terpenting adalah jangan sampai terbawa amarah, walaupun kita terbawa amarah jangan sampai berlebihan, karena itu akan membahayakan jiwa anda dan masalah akan bertambah banyak. Kemudian, bagaimana caranya agar kita tidak terbawa amarah sendiri. Untuk lebih mengerti ikutilah kisah berikut.
Alkisah, hiduplah seorang pemuda yang tampan dan kaya raya namun kali ini raut wajahnya kali ini sangat tak bergairah, lemah dan lesuh sepertinya ia sedang terkena masalah berat yang ia sendiri sangat sulit untuk menyelesaikannya. Ia berjalan menyusuri jalan setapak yang tak ia tahu kemana akan pergi. Tibalah ia melewati sebuah rumah yang dihuni oleh seorang kakek tua, namun ia tak mempedulikan kakek itu ia hanya terus berjalan dengan keadaan yang sangat buruk. Tapi kakek tua itu mamnggilnya dan menyuruhnya beristirahat sejenak, ia menghampiri kakek tua itu tanpa kata-kata. Kemudian kakek itu bertanya kepadanya apa yang telah terjadi pada dirinya, lalu ia menceritakan semua yang telah terjadi padanya dan masih dengan raut wajah yang sama. Setelah bercerita apa yang terjadi padanya  kakek itu mengambil segelas air putih dan segenggam garam kemudian memberikannya kepada pemuda itu dan menyuruh agar pemuda itu memasukkan garam itu kedalam gelas dan meminumnya. Pemuda itu melakukannya dan menceritakan apa yang ia rasakan pada kakek tua itu. Ia merasakan air yang ada di dalam gelas itu terasa sangat pahit. Setelah mengetahui apa yang dirasakan pemuda itu  kakek tua, mengajaknya berjalan-jalan. Sesudah cukup jauh berjalan mereka tiba pada sebuah telaga yang sangat jernih airnya. Kakek tua itu mengambil segenggam garam lagi dan  memberikannya kepada pemuda yang sedang bermasalah itu dan memerintahkan agar pemuda itu mencampurkan garam kedalam telaga kemudian memrintahkan agar ia meminum air telaga itu dan menceritakan apa yang ia rasakan. Setelah meminum air telaga pemuda itu tidak merasakan rasakan pahit, namun yang ia rasakan adalah rasa yang begitu segar.
                Setelah mengetahui jawaban pemuda itu, kakek tua menjelaskan kepada  pemuda itu bahwa pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Hati kita adalah wadah itu. Perasaan kita adalah tempat itu. Kalbu kita adalah tempat kita menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.
Jadi kepada pembaca yang budiman, jika Anda ingin suatu kehidupan yang berbeda, buatlah keputusan yang berbeda juga janganlah menghindar atau pasrah dengan masalah datang yang datang kepada anda,  namun hadapilah dengan jantan kerena kesulitan dalam hidup ini adalah hal yang paling pasti terjadi di dalam sistem tata surya kita. Jangan merasa lemah karena di balik satu kesulitan ada dua kemudahan. Dengan tidak selalu menghindar dari kesulitan dan selalu meninggalkan  kesenangan yang menghalangi pencapaian kecemerlangan hidup yang di idamkan maka anda akan bahagia menghadapi kesulitan. Bagaimna cara menyelesaikannya? Caranya dengan anda berpikir bagaimana menyelesaikannya kerena kemampuan terbaik anda adalah cara berpikir anda, anda bisa, jika anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal. Jangan jadikan suatu kegagalan sebagai alasan untuk takut mengalaminya kembali sehingga anda tak mau mencoba lagi , tapi lihatlah kesuksesan adalah anak dari sebuah kegagalan.

Catatan :
1. Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 6/42, Mawqi’ At Tafasir dan Fathul Qodir, Asy Syaukani, 7/247, Mawqi’ At Tafasir.
2. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/154, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
3. HR. Ahmad no. 2804. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar